welcome

welcome

Selasa, 16 Februari 2010

Penjelasan Pasal 28 mengenai Hak Asasi Manusia

Dasar pembentukan Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat, dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan, dan perasaan aman baik bagi perseorangan maupun masyarakat, terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pembentukan Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:
1. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan "extra ordinary crimes" dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan bukan merupakan tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan untuk mencapai kedamaian, ketertiban, ketentraman, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia;
2. Terhadap perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperlukan langkah-langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan yang bersifat khusus. Mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berdasarkan hukum internasional dapat digunakan asas retroaktif, diberlakukan pasal mengenai kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis". Dengan ungkapan lain asas retroaktif dapat diberlakukan dalam rangka melindungi hak asasi manusia itu sendiri berdasrkan Pasal
28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Oleh karena itu Undang-Undang ini mengatur pula tentang Pengadilan HAM ad hoc untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini. Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden dan berada di lingkungan Peradilan Umum.
Di samping adanya Pengadilan HAM ad hoc, Undang-undang ini menyebutkan juga keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan MPR-RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang akan dibentuk dengan undang-undang dimaksudkan sebagai lembaga ekstra-yudicial yang ditetapkan dengan undang-undang yang bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar